Indonesia memiliki ribuan suku bangsa dengan berbagai karakteristik corak budaya yang beragam yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Salah satu suku yang ada yaitu suku Anak Dalam yang ada di wilayah Jambi dan Sumatera Selatan. Suku anak dalam merupakan suku terasing yang ada di Indonesia karena keberdaan mereka yang tinggal di tempat-tempat terpencil dan jauh dari jangkauan dunia luar. Bisa dikatakan bahwa saat ini suku Anak dalam merupakan salah satu suku bangsa minoritas karena populasi mereka saat ini tinggal tersisa sekitar 200 ribu orang.
Asal usul suku anak dalam diduga berasal dari Kerajaan Pagaruyung yang mengungsi ke Jambi. Hal ini diindikasikan karena adanya kesamaan adat dan bahasa dengan suku Minangkabau, seperti halnya sistem Matrilineal. Kehidupan suku Anak Dalam dikabarkan hidup secara Nomaden atau berpindah-pindah. Kehidupan berpindah-pindah ini dikarenakan kegiatan mata pencaharian mereka dengan berburu dan meramu, meski tak sedikit dari mereka yang tak memiliki lahan karet dan pertanian.
Sumber dari Muchlas (1975) yang menelusuri asal usul suku Anak Dalam menyatakan bahwa asal usul anak dalam berasal dari sejumlah cerita yang dituturkan secara lisan dan berkembang di Provinsi Jambi. Beberapa cerita itu adalah Cerita Buah Gelumpang, Tambo Anak Dalam (Minangkabau), Cerita Orang Kayu Hitam, Cerita Seri Sumatera Tengah, Cerita Perang Jambi dengan Belanda, Cerita Tambo Sriwijaya, Cerita Turunan Ulu Besar dan Bayat, Cerita tentang orang kubu. Kesimpulan Muchlas dari cerita tersebut adalah Anak Dalam berasal dari tiga keturunan, yaitu :
1. Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.
2. Keturunan dari Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersan.
3. Keturunan dari Jambi asli ialah Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko.
Sistem kepercayaan yang diyakini oleh suku anak dalam adalah Polytheisme yaitu mereka mempercayai banyak dewa. Mereka mengenal dewa mereka dengan sebutan Dewo dan Dewa. Ada Dewa yang baik dan adapula Dewa yang jahat. Selain kepercayaan terhadap Dewa mereka juga percaya adanya roh nenek motang yang selalu ada disekitar mereka.
Suku Anak Dalam juga sangat antusias terhadap pendidikan. Mereka sangat semangat mengikuti belajar di sekolah. Tak hanya anak-anak saja yang bersekolah akan tetapi orang dewasa pun ikut belajar juga. Mereka berpikir bahwa dengan bersekolah mereka akan pintar dan tak mudah dibodohi oleh orang luar.
Penyebutan terhadap orang rimba perlu untuk diketahui terlebih dahulu, karena ada tiga sebutan terhadap dirinya yang mengandung makna yang berbeda, yaitu : Pertama KUBU yaitu sebutan yang paling populer digunakan oleh terutama orang Melayu dan masyarakat Internasional. Kubu dalam bahasa Melayu memiliki makna peyorasi seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikkan. Sebutan Kubu telah terlanjur populer, terutama oleh berbagai tulisan pegawai kolonial dan etnografer pada awal abad ini. Kedua, SUKU ANAK DALAM, sebutan ini digunakan oleh pemerintah melalui Departemen Sosial. Anak Dalam memiliki makna orang terbelakang yang tinggal di pedalaman. Karena itulah dalam perspektif pemerintah mereka harus dimodernisasikan dengan mengeluarkan mereka dari hutan dan dimukimkan melalui program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing (PKMT). Ketiga, ORANG RIMBA, adalah sebutan yang digunakan oleh etnik ini untuk menyebut dirinya. Makna sebutan ini adalah menunjukkan jati diri mereka sebagai etnis yang mengembangkan kebudayaannya yang tidak bisa lepas dari hutan. Sebutan ini adalah yang paling proporsional dan obyektif karena didasarkan kepada konsep Orang Rimba itu sendiri dalam menyebut dirinya.
0 comments:
Post a Comment